Nasionalisme di Tapal Batas Dunia Maya
Menjelang 17 Agustusan tahun 2009, saya melihat seri artikel Nasionalisme di Tapal Batas di Koran KOMPAS. Artikel ini membahas apa arti nasionalisme bagi para penduduk di perbatasan wilayah NKRI.
Tapi anehnya, tidak satu pun orang terpikir buat mengungkit soal Nasionalisme di dunia maya. Saya tidak bicara perseteruan Indonesia Malaysia di forum dan internet, sebab bagi saya itu tidak mencerminkan fenomena dunia Maya. Ataupun membahas prestasi para atlit game Indonesia yang mengharumkan nama bangsa di berbagai turnamen internasional.
Saya ingin membahas mengenai sebuah fenomena yang jarang sekali orang perhatikan.
Landasan fenomena ini adalah perkembangan dunia maya dalam dua segi, yaitu: Perangkat kasar (hardware) komputerisasi saat ini yang sangat mendukung kebutuhan main game para konsumennya yang jelas sudah jadi kebutuhan primer di abad ini.
Kita bisa melihat pasar dunia game terus bertumbuh, menggila, hingga menjadi industri raksasa yang bisa melalap 10x APBN negara kita dengan mudah. Jumlah gamer mencapai jutaan, jika bukannya sudah milyaran orang. Lalu dari segi infrastruktur, kabel optik dan layanan akses internet murah menyediakan sebuah landasan bagi kecepatan yang memadai buat saling menukar informasi, membangun sebuah platform atau cetakan yang luar biasa mumpuni, termasuk untuk membangun sebuah negeri di ranah maya.
Ajaibnya Dunia Maya
Dunia dan ranah maya melahirkan fenomena ajaib. Pernahkah anda membayangkan betapa hebatnya umat manusia bisa mencetak “petak-petak, bangunan, tanah, uang, ruang, dan waktu” dalam dunia Maya? Dan betapa kagum dan juga ngerinya melihat anak-anak zaman sekarang berani menukarkan uang betulan dengan uang di dalam permainan dunia Maya? Saya punya selusin teman yang siap bersaksi mereka menambang uang dari sana. Salah seorang teman saya melihat sendiri seorang anak SMP memberikan koper penuh uang (puluhan juta rupiah) demi membeli karakter game yang ia jual. Meski kegiatan tukar menukar antara uang mainan ini dilarang oleh admin game, tapi di setiap game online yang popular selalu ada penjual dan pembelinya. Padahal, di RL, siapa yg mau beli uang Monopoli atau uang bergambar nyeleneh? Sungguh ajaib orang kini menganggap ranah Maya, dengan identitas palsu mereka, peran mereka, sebagai bagian diri mereka.
Mana Identitas Negeriku?
Jika demikian, apakah ada identitas bangsa kita di sana? Adakah nasionalisme di sana? Saya hanya bisa menggelengkan kepala. Yang ada dalam hampir semua game online, menurut saya, hanyalah kesukuan. Ambil contoh: dalam permainan ragnarok online, beberapa pemain yang terjalin ikatan khusus sepakat membentuk Guild atau persekutuan. Para anggotanya rela berjuang demi kepentingan Guild. Beberapa Guild saling membuat aliansi atau membuat anak Guild. Sampai di sana saja konsep “kesukuan” mentok. Bahkan jika salah satu Guild mengontrol sebuah benteng atau kota, ia hanya bisa dikatakan Raja sebuah kota dengan nama antah berantah, dalam dunia antah berantah. Jika ia berbicara kepada penduduk Indonesia di dunia nyata mengenai pencapaiannya, para penduduk di sana hanya bisa mengangkat bahu dan mengacuhkannya. Tidak peduli. Sebab tidak ada jalinan emosi bagi mereka. Mereka tidak paham dan tidak turun langsung terhadap Guild atau permainan itu.
Satu-satunya permainan yang berhasil mengawinkan, memanfaatkan, dan memancing keasyikan bermain game dengan semangat nasionalisme adalah genre eRepublik.
UNIK!
Dengan sengaja memberikan setting peta dunia betulan, negara betulan sebagai wadah nasionalisme dan tanah air tempat para warga lahir, lalu memberikan teritori dan batasannya yang akurat, lalu sistem interaksi dengan negara-negara lain berupa militer dan pakta, sistem politik partai, DPR, dan Presiden, lalu sistem ekonomi, lalu media massa yang bersifat dari pemain, oleh pemain, dan untuk pemain,….. dan slogannya “menulis ulang sejarah”, tidak heran permainan ini ditakdirkan untuk menjadi unik dan serius. Sebab orang bermain jauh lebih serius saat harga diri bangsa dipertaruhkan.
Evolusi, Revolusi, dan Bangkitnya Bangsa Utuh di Ranah Maya
Dari skema ini wajar timbul dinamika politik, sosial, dan bernegara. Dibentuk dari tataran terkecil berupa rakyat, pengusaha, militer, para penulis media, hingga tokoh partai, massa partai, politikus, anggota DPR, hingga aparat DPR, Kabinet, Presiden, bahkan kaum separatis. Dalam latar ini, semua orang memainkan peran mereka sendiri (dalam bentuk nama id, jenis kelamin, peran, gaya, nada, tulisan, dan ideologi), tapi anehnya selalu bergravitasi kepada negara mereka sendiri.
Meski para pemain pada kenyataannya jantan di RL tapi mengaku betina di dunia maya, meski mereka berpaham Kapitalis di RL tapi ikut partai Sosialisme atau bahkan Komunis di dalam game, mereka tak bisa menanggalkan sifat Nasionalisme ini. Mereka tak bisa tidak bangga menggunakan bahasa Indonesia, istilah Indonesia, budaya Indonesia, bahkan berusaha menyebarkan hal-hal ini ke seluruh New World. Para pemain bergabung juga karena rasa Nasionalisme.
Saya sudah sebutkan di atas: Indonesia menguasai Australia? Argentina? Afrika Selatan? Amerika?—cukup menggugah. Sebuah fenomena lain (nanti akan dibahas di kolum: Kala RL Bertemu eRep) adalah fenomena dibawa sertanya perseteruan antar negara di RL ke dalam permainan.
Tapi, ke arah mana Nasionalisme ini membawa eIndonesia? Semangat segelintir pemain eRepublik yang ingin mengharumkan nama bangsa eIndonesia nyatanya berhasil membentuk eIndonesia sebagai negara Adidaya, Imperialis, berpaham Sosialisme, dan kultur budaya yang tegas dan berwibawa bagi orang asing, tapi panas, tajam, dan fun di dalam dinamika politik dalam negerinya.
Tidak hanya melulu jadi makanan kaum elit politik dan aneka sandiwara yang mereka mainkan dalam kenyataan di RL. Muak kita melihat elit politik yang tak membumi, merakyat, dan tak bisa disentuh, untouchable, invulnerable, sekaligus muka tembok terhadap amanat derita rakyat.
Indonesia yang terpuruk di dunia nyata menjadikan semangat para pemain dan para Bapak dan Ibu (Presiden pertama eIndonesia adalah perempuan) dan Pendiri Bangsa eIndonesia membara untuk tidak mengulang nasib bangsa di dunia nyata.
BERLAWANAN DENGAN LOGIKA NYATA
Berlawanan dengan kenyataan di lapangan yang menggenaskan dan anehnya telah kita terima bulat-bulat dan kita lakoni juga (kita semua sesungguhnya terbenam dalam budaya koruptor):
Korupsi hampir tidak ada dalam kabinet dan pemerintahan. Guild-guild berupa Partai Politik asyik bersaing memperebutkan tampuk kekuasaan, tapi siapa pun yang menduduki tampuk tertinggi, semua akan didukung seluruh rakyat.
Kinerja pemerintahan berlangsung sangat apik untuk ukuran manusia-manusia yang jarang atau TIDAK PERNAH saling bertemu muka, hanya berbagi informasi lewan papan ketik dan layar monitor komputer atau hape, namun rela bahu membahu begini rupa membangun sebuah negeri, layak dipertanyakan apakah moral, etika, semangat saling memercayai, atau semangat nasionalisme yang luhur itu sudah pudar dari lubuk hati warga eIndoensia.
Lalu jutaan bit huruf dan gambar, ratusan ribu menit yang didedikasikan para penulis koran dan penggagas artikel di eIndonesia dari lahir hingga sekarang menjadi saksi bahwa demokrasi tak pernah padam. Juga semangat untuk mencintai eIndonesia lewat kepedulian, gagasan, dan cara bermain yang khas dari masing-masing pemain. Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa.
Utopia
Negeri yang idealkah? Tidak juga. Banyak skandal, kritik, perang idealisme, perang kebijakan, debat tak kunjung berakhir di rapat DPR, konflik antara pengusaha dan rakyat kecil, subsidi, Partai Politik, regu militer, bahkan aksi mata-mata ala BAKIN ada di dalam permainan ini.
Tapi semua adalah dalam naungan satu atap. Negeri Kesatuan Republik eIndonesia.
Inilah wujud suara rakyat (ingat bahwa: gamer pun rakyat) di dunia Maya. Inilah Nasionalisme yang bisa diakses siapa saja dengan modal komputer dan internet, yang hidup dan berkembang sesuai dinamika dan kontribusi semua orang. Inilah jenis Nasionalisme yang bisa dibicarakan kepada orang-orang non-eRepublik: “eIndonesia menguasai eAustralia loh!” dengan rasa bangga dan eksotik, membangkitkan impian dan hasrat mereka menyaksikan dan berkontribusi sendiri kepada Indonesia perkasa tanpa harus menanti sampai munculnya Ratu Adil. Inilah suara rakyat yang menghendaki eIndonesia sebagai negara yang kuat, bersih, berwibawa, berdinamika, dan berbudaya. Tanyakanlah kepada orang eMancanegara, baik sekutu maupun lawan, dan mereka akan kurang lebih berkata: “We know eIndonesia. They are strong country, one of the best Empire ever, and knows how to play and keep their cool and fun side. Respect!”
Indonesia di mata Pemimpin Dunia
Atau testimonial khusus nih:
“I love you guys :D One of the best thing in my eRep career is the Indonesian - Hungarian friendship. It's just awesome, that two nation, which are so far from each other with a completly different culture could came so close. Maybe its becouse of these differencies.” — Feherlo, Presiden eHungaria. Sekarang negara #1 di eRepublik.
“One of the best allies that i ever had, no matter which situation they are in, they help their allies.They also did most difficult things in eRepublik history, they have beated Romania,USA and so on.I am pretty sure even their enemies respect them, because they really deserve it.They are one of the most proud nation in eRepublik.”—Battalgazi, President Turki 2 kali, Supreme General Aliansi PHOENIX.
“What I think about Indonesia? Very strong, nicely organized nation, with good tactical knowledge of your leaders. You are very rich, because of your high regions. Also, I think that admins did nice work about your cheaters, because everyone told that Indonesia is bot nation. Now, you don't have too much issues about that. :)”—Rocker-Ma, Presiden Kroasia, salah satu Negara Lawan eIndonesia.
“I've always liked Indonesia, at least, until they gave me a reason to dislike them by invading me (USA). To be honest, they used to be really great at being a world power, and made a great use of their muscle diplomatically by scaring it's smaller neighbors into submission(think of that positively or negatively, it's the plain truth). Recently, though, I think that the US has shown that Indonesia has lost a lot of power, and that their muscle is nothing more than a bluff. If their neighbors make the right allies, they have nothing to worry about from Indonesia..”—Emerick, President eUSA.
“I definitely have high respect for indonesia. My best memories are related to you. For example i don't like hungary, they are vile and hate our nation. Indonesians are cool on the other side, you know how to have fun. Keep it up.”—sebahmah, Presiden eRumania, negara rival eIndonesia zaman Perang Dunia II.
“eIndonesia is one of the powerful countries of the eWorld. She (eIndonesia) acts friendly with her friends, even spends all her money for her allies. On the other hand , none of her enemies would survive.”—NEC, Presiden eIran.
“I admire Indonesia for the way they play the game. Many other countries take eRep too seriously, but Indonesia takes risks and has fun doing it. Although Indo's our occupier, I have a good relationship with the Indonesia players, they're not evil at heart, they're just people playing a game. :)”—Ines Schumacher, Presiden eAfrika Selatan.
Mempertahankan pendapat itu tetap lekang selamanya adalah bukti Nasionalisme. Rasa bangga saat mendengarnya adalah kejayaan Nasionalisme. Dan penyadaran akan rasa dan cinta itu adalah pencerahan kecil bahwa kita semua cinta Indonesia. Hanya saja kita tidak pernah mengungkapkannya karena malu. Setidaknya di Ranah Maya, masih ada benteng wibawa bernama negeri eIndonesia yang lebih luas dan jaya ketimbang Imperium Majapahit, atau bahkan wilayah kekuasaan Genghiskhan. Dulu...
Bagaimana dengan kini? Siapkah anda membangun eIndonesia dari nol kembali?
Ah tentu saja. Itu pertanyaan retoris. Sebab Cinta tidak perlu dituntut. Manakala masih ada Cinta, Indonesia dan eIndonesia, negeri kita ini, pasti akan bangkit dan jaya.
No comments:
Post a Comment