Thursday, July 25, 2013

Berlomba Masuk sekolah Mahal

Woooo ..... dah lama ga ngeblog .... hehehehehe .... maklum bukan blogger mapan seperti http://maminxblog.com/ hehehe ...

ok .. first post after long time kali ini adalah mengenai memilih sekolah untuk anak ya. Saya kutip secara utuh dari majalah detik edisi 84

Berlomba Masuk Sekolah Mahal

Sudah bukan rahasia lagi, biaya pendidikan saat ini sangat mahal. Untuk masuk Taman Kanak-kanak (TK) saja tarifnya sudah selangit.

Tidak percaya? Tengok saja sejumlah TK yang ada di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Dari survei kecil-kecilan, rata-rata uang bulanan TK antara Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta.

Sebut saja TK Madania di Jalan Kahfi 1, Jakarta Selatan. Untuk masuk ke sekolah dengan fasilitas lengkap hingga kolam renang itu, orang tua wajib membayar uang pangkal Rp4 juta. Uang pangkal itu belum termasuk pembuatan seragam. Sedangkan uang bulanannya Rp1,5 juta per bulan.

Uang ‘SPP’ sebesar itu belum termasuk biaya transpor untuk aktivitas di luar sekolah. “Nanti kalau ada kegiatan di luar sekolah, ada biaya lagi,” ujar salah satu petugasnya.

Sekolah lainnya yang juga tidak kalah mahal adalah sekolah dengan konsep alam di daerah Ciganjur, Jakarta Selatan. Sekolah itu sangat diminati, terbukti dari banyaknya calon siswa di daftar tunggu.

Menurut sejumlah orang tua yang ditemui majalah detik, untuk masuk sekolah itu biayanya cukup tinggi. Masuk playgroup saja, uang pangkalnya sudah Rp11 juta. Uang itu sama sekali belum termasuk
biaya daftar ulang. Informasinya sekitar Rp5 juta per tahun. Sedangkan uang bulanannya sekitar Rp500 ribuan. Itu baru biaya masuk playgroup dan TK. Untuk masuk sekolah dasar, SMP dan SMA, tentu biayanya semakin mahal. Apalagi jika kita bicara tentang sekolah-sekolah dengan stempel ‘internasional’. Bisa puluhan juta, jika tidak ratusan juta.


Makin Mahal Makin Laku

Sekolah-sekolah dengan biaya selangit itu tentu tidak akan ‘tersentuh’ oleh mereka yang hidup kekurangan. Tapi bagi orang berduit, biaya semahal itu tidak masalah. Bahkan kini ada semacam tren baru. Orang tua yang sebenarnya secara ekonomi tidak kaya-kaya amat pun seakan berlomba menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah mahal.

Cici, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta Selatan misalnya. Perempuan 27 tahun itu sengaja menyekolahkan anaknya di TK mahal dengan tujuan mulia: ingin anaknya tumbuh lebih pintar. Ia berprinsip ada harga ada rupa. “Sekolah mahal kan biasanya bagus ya,” ujarnya tersenyum.

Cici sebenarnya bukan orang kaya raya. Namun demi pendidikan anak semata wayangnya, Dika, Cici
dan suaminya akan berbuat apa saja, termasuk berutang. Dia mengakui, uang pangkal sekolah Dika didapatnya dari berutang di kantor tempat suaminya bekerja. “Jadi saya cicil tiap bulan, pinjamnya dulu
Rp15 juta,” ujarnya.

Cici juga bertekad akan menyekolahkan anaknya di SD swasta nanti. Cici sama sekali tidak melirik sekolah negeri yang bisa jadi jauh lebih murah dari sekolah pilihannya.

“Sekolah negeri itu kebanyakan jelek, nggak bagus juga buat pergaulan anak,” begitu alasannya. Meski tidak semua orang tua berpikiran seperti Cici, namun sepertinya sekolah mahal memang begitu diminati. Buktinya, sekolah-sekolah mahal itu selalu dipenuhi pendaftar. Bahkan antre.

Pilih Sekolah Negeri

Sekarang ini sangat sedikit orang tua memilih sekolah negeri yang cenderung murah untuk anak-anaknya, terutama untuk tingkat SD. Beberapa dari orang tua itu beralasan soal mutunya.
Rina misalnya. Dia beranggapan, usia SD adalah saatnya mempersiapkan anak untuk jenjang selanjutnya. jadi, harus benar-benar bagus.
“SD itu pendidikan dasar, harus bagus. Saya tidak percaya dengan sekolah negeri, apalagi kalau untuk
SD ya,” ujarnya.

Putie, seorang ibu dua anak yang tinggal di wilayah Jakarta Selatan tidak terlalu setuju dengan pendapat Rina. Menurutnya, tidak semua sekolah negeri tidak bermutu.

Ada banyak sekolah negeri yang juga tidak kalah dengan swasta, misalnya SDN Menteng 01 Pagi, SDN IKIP/Labschool Pagi Jakarta Timur, SDN Menteng 02 Pagi Jakarta Pusat, SDN Kebon Jeruk 11 Pagi Jakarta Barat, dan SDN Pondok Labu 11 Pagi Jakarta Selatan.

Karena itu, Putie justru memilih sekolah negeri yang biasa saja. “Nggak usah takut ketinggalan sama anak yang sekolah di swasta. Kalaupun itu terjadi, bisa dikejar, tergantung anaknya juga,” ujarnya.

Padahal secara ekonomi, Putie dan suaminya bisabisa saja menyekolahkan anaknya yang kini berusia enam tahun di sekolah swasta mahal seperti SD Cikal yang biaya masuknya bisa Rp50 juta.
“Bukannya sombong, sebenarnya saya mampu tapi saya memilih sekolah negeri,” ujar perempuan yang bekerja di salah satu perusahaan minyak di Jakarta ini.
Menurut Putie, dengan menyekolahkan di SD negeri, anak-anak akan terbiasa dengan keberagaman ekonomi dan status sosial. “Kalau di swasta cenderung homogen, kaum menengah ke atas,” ujarnya.

Mahal Belum Tentu Bagus

Pendapat Putie diamini Seto Mulyadi. Psikolog sekaligus pengamat pendidikan anak ini mengakui, sekolah mahal biasanya memang berfasilitas lengkap. Namun fasilitas yang lengkap tidak menjamin kualitasnya.

Demikian pula sebaliknya. Maka Kak Seto tidak setuju dengan anggapan bila sekolah yang murah sudah pasti jelek. “Tidak sedikit sekolah yang murah tapi berkualitas kok,” ujar pria berkacamata ini.

Orang tua sebaiknya tidak hanya melihat dari nominalnya saja saat memilihkan sekolah untuk anak. Mereka juga harus melihat bagaimana pergaulan di sekolah itu.

Kak Seto cukup banyak menerima laporan tentang sekolah-sekolah mahal yang memperlakukan siswa-siswinya dengan kurang baik.

“Adanya arogansi dari pihak sekolah dan juga kekerasan yang secara tidak langsung dilakukan kepada anak-anak,” ujarnya.

Bahkan menurut Kak Seto, ada beberapa siswa sekolah mahal yang akhirnya stres hingga nekat ingin bunuh diri karena tekanan. “Itu cukup banyak lo, jadi hati-hati,” katanya.

Kak Seto juga setuju dengan anggapan bahwa sekolah dasar paling penting untuk menyiapkan kecerdasan anak. Namun menurutnya persiapan itu bukan dari sisi kognitifnya.

“Sekolah dasar itu yang penting sisi psikologisnya. Kalau anak-anak fun dan di sekolah menyenangkan, tentu dia akan dengan sendirinya senang belajar,” ujar Kak Seto.

Jadi cara gampang untuk mengetahui apakah sekolah itu bagus atau tidak adalah dengan bertanya kepada anak. Jika anak Anda senang sekolah di situ, berarti sekolah itu bagus.

“Kalau mereka pulang sekolah kok (terlihat) sedih, tidak ceria, berarti ada yang salah. Orang tua harus lebih peka,” kata mantan Ketua Komnas Perlindungan Anak ini.

2 comments:

  1. Mantap, saya setuju..saya sendiri juga alumnus sd negri di desa. Dan kenyataan nya .saya sekarang bisa menjadi arsitek kelas nasional yg mampu bersanding dg arsitek lulusan PTS Swasta ngetop yg super mahal sama luar negri. Yg paling penting.si anak seneng maka buah ilmu akan masuk dan berkembang di otak nya. Ada saudara sy yg kebetulan dokter. Di paksa masuk sd IT..lha 3 bulan kemudian stress gak mau sekolah. Alias mogok.wal hasil akhir nya pindah sd negri. Dekat rumah nya...ha ha ha ..setelah sekolah di sd n itu si anak dokter . Malah mampu menunjukkan prestasinya.

    ReplyDelete
  2. Tulisan ygn cukup informatif dan bermanfaat

    ReplyDelete